Tampilkan postingan dengan label Puisi Al-Hikam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi Al-Hikam. Tampilkan semua postingan

18.7.25

TOPENG

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

siapakah yang bisa memakai topeng
selain pemain sandiwara
itu pun saat di panggung belaka

sebab apa yang tersimpan di dada
akan tampak di wajah semesta
mengatakan gejolak sesungguhnya

maka lembutlah duhai mutiara
agar memancarkan cahaya
yang indah, menyejukkan siapa saja

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-28)

20.5.25

CAHAYA

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

sejak melangkah
mesti diterangi cahaya
dengan doa

agar di tengah perjalanan
kegelapan
tak lagi menerkam

begitu juga saat senja
warna dunia
semakin menggoda

maka cahaya
mesti erat digenggam
hingga napas penghabisan

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-27)

12.4.25

TANDA

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

apakah bertemu alamat
yang disimpan
lalu hari terasa panjang

sesungguhnya tanda
sudah bisa dibaca
semenjak keberangkatan

maka kembalilah duhai
di setiap jejak
karena alamatmu muasal

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-26)

19.1.25

PERMINTAAN

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

bila sudah meminta
mengapa masih mengandalkan
kemampuan

siapakah yang kuasa
dan diminta mengabulkan
diri bisa apa

ini soal keyakinan
kepada siapa memercayakan
mestinya tak ada keraguan

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-25)

11.12.24

PENDERITAAN

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

rasa tak terima menjadikan luka
sebuah penderitaan
tapi masih saja mencari salah siapa

di sinilah sesungguhnya iman
mesti dikuatkan
atas kejadian yang tak diinginkan

kepada air di telaga kita membaca
meski segenggam garam
tak membuatnya terpengaruh rasa

maka penderitaan demi penderitaan
ini memanglah dunia
lapang dada atau usah pedulikannya

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-24)

12.11.24

PENGAWASAN

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

pengawasan itu tak silap sedikit pun
bagaimana mungkin bisa abai
padahal hidup bukan berandai-andai

apakah karena dahaga tak sudah-sudah
sehingga kehilangan rasa malu
padahal siapakah suka bila disebut gila

pengawasan itu tak silap sedikit pun
duhai, mari menjaga jiwa
agar tak lupa lagi menjadi manusia

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-23)

5.10.24

LUPA

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

lagi-lagi penyebabnya lupa
padahal pengawasan
betapa seiring detak di dada

sampai kapan jiwa merana
duhai yang gemetar
ketika disingkap rahasia-rahasia

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-22)

13.8.24

KUASA

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

pada setiap helai daun
yang gugur
terdapat takdir yang dicatatkan

pada setiap desis angin
yang menerpa
terdapat kuasa yang dititipkan

pada setiap desahan napas
yang dihembuskan
terdapat tanda yang diiringkan

pada setiap lintasan
yang dipikirkan
terdapat cinta yang dilekatkan

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-21)

1.7.24

MENGAPA

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

semua telah dianugerahkan
mengapa mencari yang lain
betapa hilang malu di dada

semua telah disiapkan
mengapa minta pada yang lain
betapa jauh jiwa berada

inilah malam tanpa cahaya
yang bermata pun pada buta
tersesat di pusaran dunia

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-20)

14.5.24

UJIAN

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

pergumulan yang indah
rahasia tersingkap
dan jiwa pun terpesona

lalu langkah usai sudah
menemukan buah
yang digodakan di surga

“mengapa berhenti,
ini bukan yang kau cari!”
sang guru menasihati

lalu jiwa terus melaju
bertemu pesona demi pesona
betapa sangat menggoda

“ini hanyalah ujian,
bukanlah tujuan!”
sang guru memperingatkan

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-19)

2.5.24

SEGERA

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

mengapa mesti ditunda
padahal rindu
semakin memenuhi dada

mengapa mesti nanti
padahal cinta
tlah disatu dengan janji

ini bukan soal usia
sebab tiap jiwa
punya jatah berbeda

tak bisa memilih akhir
atau ingin segera
semua punya waktunya

segeralah duhai
menuju alamat kembali
di bentang bahagia hakiki

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-18)

1.11.23

GULITA

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

padahal siapa bisa apa
di hadapan kuasa
semuanya betapa gulita

apakah ini akibat gila
mencecap dunia
sepuasnya

atau karena kepayang
yang asapnya
memenuhi ruang dada

inilah gulita jiwa
bahkan
kehendak pun lupa

kapankah sampai
duhai
di sini hanya sesaat saja

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-17)

12.8.23

RESEPSI

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

hidangan telah disediakan
lengkap lezatnya
silakan memilih sesukanya

tapi bagaimana mungkin
lupa tuan rumahnya
yang menyiapkan segalanya

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-16)

23.11.22

MENUJU

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

inilah langkah-langkah menuju
siang dan malam
menyandang ransel penuh rindu

sebab di sini hanyalah tamu
singgah sebentar
lalu pamit, usah lagi ragu

maka makan dan minumlah
sekadarnya saja
agar tak terkapar saatnya tiba

sebab waktu telah terpinta
singgah sebentar
tapi bagaimana jadi bermakna

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-15)

6.10.22

MEMANDANG

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

sejauh memandang semesta
masihkah buta
padahal jejak betapa jelasnya

pekat awan tebal dunia
serupa dinding
siapakah menembusnya

sebenarnya ini soal silau
oleh tipuan cahaya
yang dijajakan di mana-mana

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-14)

1.7.22

SIAPAKAH

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

siapakah berharap seruang dada bercahaya
sedangkan bayang-bayang dunia memanjang
di setiap langkah menuju senjanya

siapakah bergegas menuju rumah bahagia
sedangkan nafsunya begitu menang
dalam setiap pilihan hidupnya

siapakah berkata akan hadir di perjamuan
sedangkan jiwa dan raga penuh debu
kelalaian demi kelalaian

siapakah bermimpi menyingkap rahasia
sedangkan perjalanan kian menjauh
dari alamat yang sesungguhnya

segeralah kembali, duhai jiwa yang rindu
permainan ini sungguh melelahkan
lihatlah betapa cinta ‘tlah berdenyaran

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-13)

10.6.22

SENDIRI

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

tentu ada saatnya mesti sendiri
agar hati menemukan padang luas
merenung langkah agar tak larut culas

tentu saja mesti bisa bersama ramai
karena inilah disebut manusia
sebutir beras pun hasil rantai bersama

maka menyendiri ibarat perpustakaan
yang mesti dikunjungi
halaman demi halaman sungguh tak sepi

itulah sendiri yang tak menyendiri
bercengkerama bersama hati
menghitung berapa jauh tujuan diri

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-12)

21.3.22

TANAH

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

merendahlah, ya semakin merendah
tanaman itu betapa kuat
bila akarnya semakin ke dalam tanah

bila diri ibarat biji, maka
jangan bangga di permukaan
agar tumbuh tahan goyangan

demikian kala melangkah
mengapa mendongakkan kepala
menunduk saja memandang tanah

maka akan banyak sanak saudara
yang bersuka
betapa bersama, betapa riangnya

demikian kala hati merindu
atau gelisah karena bising dunia
mengening saja ke tanah, serendahnya

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-11)

21.2.22

IKHLAS

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

apalah jadinya bila jasad tanpa ruh
selesai sudah harapan-harapan
yang terbujur pun mesti dikuburkan

demikian ikhlas bagi setiap kelakuan
tanpa adanya, jadilah tanpa nyawa
jangan lagi tanya hendak ke mana

maka sia-sia sudah jauh melangkah
alangkah sedihnya, duhai
menangis berkepanjangan tiada guna

sebaliknya jiwa yang tulus mencinta
lihatlah betapa bercahaya
maka segera, duhai, semoga, semoga

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-10)

14.2.22

HATI

Puisi Akhmad Muhaimin Azzet

ada orang yang selalu saja
ingin memecah kaca
semua wajah tampak buruk rupa

ada orang yang betapa lapang
dadanya, semua kejadian
menjadi taman bunga di matanya

itu karena asupan hati juga
aneka ragamnya
dari mana, jadilah bagaimana

(Dipuisikan dari Al-Hikam, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, bait ke-9)